Mau tidak mau, suka tidak
suka, sepertinya di zaman sekarang hampir seluruh makanan yang kita makan
setiap hari mengandung Monosodium Glutamat/MSG
atau dalam bahasa dapurnya disebut micin atau vetsin. Yang lebih parahnya,
seringkali kita tidak menyadari keberadaannya, atau bahkan beranggapan bahwa
makanan yang kita makan bebas MSG. Padahal, andai
saja kita sudah tahu bahwa hampir semua bahan makanan sudah mengandung
glutamat, seperti susu, telur, daging, ayam, ikan, kentang, jagung, tomat,
brokoli, jamur, anggur, kecap, saus dan keju, termasuk penyedap alami seperti
vanili atau daun pandan.
Monosodium
Glutamat (MSG) sendiri mulai dikenal sejak tahun 1960-an, tetapi
sebenarnya telah memiliki sejarah panjang. Sejak tahun 1963, Jepang bersama
Korea mempelopori produksi MSG masal yang kemudian berkembang ke seluruh dunia,
tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia sendiri sudah beredar bermacam-macam
merek penyedap masakan. Ada Ajinomoto buatan Jepang, Miwon dari Korea, Vetsin
keluaran Taiwan, Sasa dari Hongkong, dan beberapa merek lagi. Setidaknya sampai
tahun 1997 sebelum krisis, setiap tahun produksi MSG Indonesia mencapai 254.900
ton/tahun dengan konsumsi mengalami rata-rata sekitar 24, 1 % per tahun.
MSG itu sendiri
ditemukan pada tahun 1908 oleh seorang profesor di Universitas Tokyo yang
bernama Kikunae Ikeda. Ia menemukan kunci kelezatan pada kandungan asam
glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa sebelumnya, yaitu asam, manis,
asin, dan pahit dengan umami (dari akar kata umai yang dalam bahasa Jepang
berarti lezat). Sebelumnya di Jerman pada tahun 1866, Ritthausen juga berhasil
mengisolasi asam glutamat dan mengubahnya menjadi dalam bentuk monosodium
glutamat (MSG), tetapi belum tau kegunaannya sebagai penyedap rasa.
Sejak penemuan
itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui ekstraksi dari bahan alamiah.
Tetapi karena permintaan pasar melonjak, tahun 1956 mulai ditemukan cara
produksi L-Glutamic acid secara fermentasi. L-Glutamic acid
inilah inti dari MSG, berbentuk butiran putih mirip garam.
Sebenarnya MSG
sendiri tidak memiliki rasa. Tetapi bila ditambahkan ke dalam makanan, akan
terbentuk asam glutamat bebas yang ditangkap oleh reseptor khusus di otak dan
mempresentasikan rasa dasar dalam makanan itu menjadi jauh lebih lezat dan
gurih.
Efek Terhadap Manusia
Pada tahun 1959, Food
and Drug Administration (FDA) di Amerika mengelompokkan MSG sebagai “generally
recognized as safe” (GRAS), sehingga tidak perlu aturan khusus. Tahun 1968,
muncul laporan di New England Journal of Medicine tentang keluhan
beberapa gangguan setelah makan di restoran China sehingga disebut “Chinese
Restaurant Syndrome”, diduga MSG sebagai penyebabnya.
Maka pada tahun
1970 FDA menetapkan batas aman konsumsi MSG 120 mg/kg berat badan. Akan tetapi,
laporan-laporan tentang MSG dengan Chinese Restaurant Syndrome pada
tahun 1980 kembali terjadi berupa sakit kepala, palpitasi (berdebar-debar),
mual dan muntah, yang diketahui bahwa glutamat berperan penting dalam sistem
saraf.
Ada
2 kelompok orang punya reaksi berbeda:
>>
Pertama, sensitif terhadap MSG sehingga muncul keluhan
berupa rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku di otot dari daerah
tersebut hingga ke punggung serta diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual dan
muntah. Gejala ini disebut MSG Complex Syndrome.
>>
Kedua, penderita asma yang meningkat serangannya pasca konsumsi MSG. Bahkan,
Prof. H. Aznan Lelo seorang Farmakolog USU dalam sebuah seminar menyebutkan MSG
sebagai narkoba terselubung. Seperti narkoba pada umumnya, MSG juga dapat
merusak otak dan pikiran manusia serta menyebabkan kecanduan pada pemakainya.
MSG memilik banyak nama lain.
Sebut saja penyedap
rasa, hydrolized protein, yeast food, natural flavoring, modified starch,
textured protein, autolyzed yeast, seasoned salt, soy protein dan
istilah-istilah sejenisnya. Bisa jadi makanan yang selama ini kita pikir sehat
dan aman dari MSG, ternyata bertabur dengan zat ini.
Jadi, upayakanlah
untuk menggunakan penyedap yang alami seperti gula atau daun pandan asli agar
masakan yang dimasak tetap sehat.
sumber:
jurnal
medis Endhika Sri Syahfitri,
S.Farm, Apt
0 comments:
Post a Comment